Fiji adalah salah satu
Negara Melanesia di Kepulauan Pasifik yang perekenomiannya cukup maju. Walaupun
ekonomi Negara ini sepenuhnya digerakan oleh para pendatang seperti orang
India, China, New Zeland, dan Australia, namun ekonomi mikronya seperti di
pasar- pasar, dan kerajinan kreatif atau kerajinan tangan sepenuhnya diisi oleh
perempuan- perempuan Fiji atau di Papua kita sebut dengan Mama- Mama. Salah
satu gambaran yang tepat untuk menunjukan kenyataan ini adalah keberadaan pasar
sentral atau pasar tradisional di pusat Kota Suva (Suva Manucipal Market), Ibu
Kota Fiji. Dan, gambaran ini bisa dijadikan perbandingan untuk pengembangan
ekonomi orang asli Papua pada tataran mikro ke bawah seperti pembangunan pasar
Mama- Mama Papua di Jayapura dan pembangunan pasar- pasar lainnya bagi Mama-
Mama di seluruh tanah Papua. Berikut ini kita akan membahas beberapa gambaran
yang bisa dilihat dari pasar di pusat Kota SUVA, Ibu Kota Negara FIJI :
1. Letak lokasi pasar.
Lokasi
pasar ini letaknya di down town (pusat kota) Suva, Fiji. Dekat dengan pusat-
pusat bisnis dan mall- mall terbesar di Fiji. Sedikit menjorok kelaut dan
bersebelahan dengan terminal bis dan pelabuhan laut Kota Suva. Untuk lebih
jelasnya anda dapat melihatnya di http://www.tripadvisor.com/Attraction_Review-g294337-d307815-Reviews-Suva_Municipal_Market-Suva_Viti_Levu.html.
pasar ini cukup besar panjangnya kira- kira 300 meter lebih. Sedangkan lebarnya
400 meter lebih.
Jadi
alasan di Papua bahwa pembangunan pasar harus jauh dari pusat kota adalah
sesuatu yang sudah tidak relevan lagi. Mengingat di Suva, pasar ini sudah
dimasukan sebagai salah satu bagian dari pusat-pusat perkantoran, pariwisata
dan bisnis yang ada di Suva, Ibu Kota Fiji.
Gambar 1 : Pasar tradisional atau utama di pusat Kota Suva, Ibu Kota Negara Fiji, yang sebagian besar penjualnya adalah Mama- Mama |
Gambar 2 : Aktivitas dalam pasar utama |
2. Aktivitas
pasar dan kebersihan pasar.
Pasar
ini buka dari pagi hari hingga sore hari. Kira- kira pada jam enam sore pasar
ini sudah tutup. Pasar ini buka hanya dari hari Senin- Sabtu. Pada hari Minggu
pasar ini tutup. Ketika tutup barang- barang penjual yang sudah diatur
dibiarkan begitu saja untuk dijual pada hari berikutnya tanpa harus takut
kehilangan. Penjual pada gedung pasar utama menggunakannya sepanjang hari. Sedangkan
pada hari Jumat- Sabtu, diluar pasar dikhususkan untuk para penjual dari
kampong- kampung dan pulau- pulau yang ada disekitar Suva. Biaya retribusinya
pun tidak mahal.
Kebersihan
pasar ini sangat di jaga. Kita hampir tidak menjumpai tumpukan sampah dan bau
busuk seperti pasar- pasar di Papua. Penanganan sampahnya lansung ditangani
oleh petugas pasar. Para penjual dan pengunjung pasar sangat sadar dengan tidak
membuang sampah secara sembarangan. Karena itu, pinggiran pantai yang membatasi
pasar tampak bersih. Tidak seperti Kota Jayapura dan Kota-kota lainnya di Papua
yang pantainya bertumpukan sampah pelastik.
Jadi,
sangat tidak beralasan jika Walikota Jayapura sangat takut jika didirikan pasar
Mama- Mama di tangah Kota Jayapura karena masalah sampah. Persoalan ini hanya
kembali ke kesadaran masyarakat dan pengetatan aturan oleh oleh Pemerintah Kota
Jayapura.
Gambar 3 : Petugas pasar sedang mengontrol kebersihan pasar |
3. Pengguna Pasar dan Komoditas Yang Dijual
Pasar
ini seluruhnya di kuasaai oleh Mama- Mama Melenesaia seperti Mama- Mama Papua.
Sisanya adalah penjual dari Cina dan India. Komuditas yang dijual ada berbagai
macam, mulai dari keladi, pisang, petatas, kasbi/singkong, sayur- mayor, buah-
buahan, ikan, daging, bumbu2 dapur, dan makanan jadi atau langsung bisa dimaan
berupa kasbi, ikan, dan daging domba yang dijual seharga 2 dollar dan 10 dollar
saja.
Yang
dijual dipasar Mama-Mama atau Mama- Mama Papua juga dapat ditemukan dipasar
ini. Selain sagu, sirih, dan kapur. Juga, anda dapat menemukan sirup yang
dibuat dari buah segar dan dijual oleh penduduk local hanya dengan harga 50
sen.
Jika
dipasar- pasar di Papua anda bertemu para penjual ikan yang berasal dari
Makkasar, Buton, dan pedagang migrant lainnya, namun di Suva, anda akan bertemu
para penjual ikan yang seluruhnya adalah orang- orang Melanesia. Dan, jika itu
hari pasar jatuh pada hari Sabtu, pasar akan disesaki para pedagang dari
desa-desa di sekitar Suva dengan berbagai komuditas yang beraneka ragam pula
dan umumnya berasal dari hasil pertanian penduduk local.
Gambar 5 : Keladi atau Taro, makanan utama warga Fiji |
Gambar 8 :Pasar ikan yang para penjualnya adalah orang Fiji |
Gambar 7 : Stand untuk kerajinan Mama- Mama yang disediakan didalam pasar utama |
4.
Keuntungan
ekonomi yang diperoleh dari proteksi yang dilakukan oleh pemerintah.
Di sector ekonomi mikro terutama pedagang Pasar, Mama-
Mama disini tidak terlalu kuatir, seperti di Mama- Mama di Papua:
1.
Yang harus berdemo untuk menuntut proteksi
sebagai akibat dari persaingan dengan migrant yang masuk;
2.
Yang harus mengeluh karena komoditas yang
jadi andalan untuk di jual agar mendapatkan penghasilan juga dijual lagi oleh
para pengguna gerobak motor hingga ke gang-gang, bahkan di mall-Mall,
hypermarket, pertokoan, agro, saga, dll.
3.
Yang selalu mengeluh karena pemerintah sama
sekali tidak menyediakan pasar khusus untuk mereka dan mempromosikan daganganya.
Bahkan tidak membatasi masuknya komuditas tertentu dari luar sehingga produk
local juga bisa diminati.
Gambar 8 : Lokasi tambahan yang disediakan menjelang jam pasar pada hari Sabtu |
Gambar 9 : Penanda dalam pasar utama yang dipasang untuk memberikan petunjuk bagi pengunjung |
Gambar 9 : Aktivitas depan pasar yang dipenuhi pedagang dari sekitar Suva |
Gambar 10 : Seorang Mama Fiji dalam art shopnya yang terletak didalam pasar utama |
Disini di Fiji, pemerintah
betul- betul memproteksi para pedagang local yang umumnya didominasi oleh Mama-
Mama ini, seperti :
- Menyiapkan sentra atau pasar khusus untuk Mama- Mama menjual kerajinan tangannya. Dan, ini ada dapat temukan di pusak kota Suva. Tidak seperti di Papua yang pemerintahnya membiarkan Mama- Mama pengrajin bersusah payah memasarkan hasil kerajinan tangannya di jalan- jalan. Bahkan pemerintah membatu mempromosikan produk ini sebagai bagian dari nasionalisme Fiji dengan semboyang : Buy Fiji Made and Together We Built Fiji di berbagai baliho yang terpapang di pusat kota.
- Menjadikan produk local sebagai makanan utama dalam setiap acara- acara resmi. Bahkan gencar mengampanyekan apa yang dinamakan dengan FAST FOOD dan SLOW FOOD lewat LSM yang ada disini dengan mengajak masyarakat untuk menanam makanannya sendiri. Karena itu jangan heran, ketika anda ke pasar di Kota Suva anda akan menemukan berbagai komuditas loal yang di jual.
- Mama- Mama tidak perlu atau kuatir karena jualannya tidak laku. Atau pulang dengan tangan kosong seperti situasi yang kita temui di pasar- pasar di Jayapura atau kota- kota lainnya di Papua.
- Mengatur harga barang antara harga mall, hypermarket, swalayan, dan pasar tradisional sehingga Mama- Mama tidak kuatir.
- Memberikan harga sewa yang murah untuk pengguna pasar bahkan mengaturnya sebaik mungkin agar bisa digunakan oleh semua pedagang.
Dengan demikian bagaimana
dengan Papua, apa kita mau melakukannya atau tetap berwacana???